√ Kewajiban Suami Terhadap Istri « KlikBuzz

Kewajiban Suami Terhadap Istri

Kewajiban Suami Terhadap Istri – Sebagaimana disebutkan di atas, salah satu akibat hukum setelah terjadinya akad perkawinan yang sah ialah tetapnya kedudukan laki-laki sebagai suami dan menjadi tetap pula wanita sebagai isteri, dan sejak itu menjadi tetaplah kewajiban suami terhadap isterinya dan menjadi tetap pula kewajiban isteri terhadap suami. Apa yang menjadi kewajiban suami menjadi hak isteri dan apa yang menjadi kewajiban isteri menjadi haknya suami.

pilih mana gambar lucu

Kewajiban Suami Terhadap Istri

Kewajiban Suami Terhadap Istri

Adapun kewajiban suami terhadap isteri dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu:
1. Kewajiban materiil atau disebut al-Huquq al-Maddiyah
2. Kewajiban immateriil atau disebut al-Huquq gairu al-Maddiyah

Yang termasuk kewajiban materiil:
1. Kewajiban materiil yang hanya sekali ditunaikan oleh suami untuk isterinya yaitu mahar.
2. Kewajiban materiil yang bersifat continue sepanjang ikatan perkawinan masih berjalan. Kewajiban materiil yang bersifat continue ini dapat diklasifikasikan kepada dua kategori:

A. NAFAKAH

Suami wajib memberi nafakah kepada isterinya yang meliputi:
1. Pangan, yaitu kebutuhan makanan, minuman, lauk pauk sebagai kebutuhan hidup sehari-hari dengan segala rangkaiannya
2. Pakaian, yaitu segala yag diperlukan untuk menutup dan memelihara tubuh isteri dari panas, dingin, dan menjaga harga diri menurut yang pantas.
3. Pengobatan, yaitu segala sesuatu yang diperlukan untuk memelihara kesehatan jasmani isteri dan pengobatan di waktu sakit, melahirkan dsb.

B. SUKNA

Suami diwajibkan menyediakan dan menyelenggarakan rumah tempat tinggal bersama isterinya menurut yang pantas dan sesuai dengan kemampuannya, lengkap dengan peralatan yang diperlukan. Rincian kewajiban sukna ini meliputi:

1. Papan, yaitu rumah tempat berteduh dan bertempat tinggal, baik milik sendiri, menyewa atau dengan cara lain. Suami wajib menyediakan tempat tinggal untuk isteri dan anak-anaknya dan isteri pada dasarnya wajib mengikuti domisill suami atau bertempat tinggal sesuai hasil permusyawaratan suami isteri

2. Peralatan, yaitu segala peralatan yang diperlukan untuk rumah tangga, meiiputi peralatan ruang tamu, peralatan ruang tidur, peralatan dapur, dsb.
3. Pelayanan, yaitu menyediakan tenaga atau pembantu untuk melayani kebutuhan isteri apabila suami mampu dan isteri termasuk orang yang pantas memiliki pelayan dengan melihat kebiasaan keluarganya atau isteri karena kondisinya memerlukan pelayan. Tetapi apabila suami tidak mampu maka ia tidak wajib menyediakannya.

Kewajiban nafakah termasuk tamlik, artinya apa yang diberikan oleh suami kepada isterinya menjadi milik bagi isteri dan suami tidak boleh meminta kembali apabila terjadi perceraian. Adapun kewajiban sukna termasuk imta’ artinya untuk diambil kesenangan dan manfaatnya, tidak diberikan menjadi milik isteri.

Dasar hukum suami wajib menyelenggarakan nafakah dan sukna bagi isterinya ialah:

a. Al-Qur’an surat Al-Baqarah (2) ayat 233:
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ
Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma`ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya,

b. Al-Qur’an surat at-Talaq (65) ayat 7:
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا ءَاتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا ءَاتَاهَا Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya.

c. Al-Qur’an surat at-Talaq (65) ayat 6:
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ وَإِنْ كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى
“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu), dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya”.

d. Hadis Riwayat al-Bukhari dan Muslim, bahwa pada waktu Haji Wada’ Rasulullah berkhutbah yang lengkap dan panjang lebar, isinya antara lain berkaitan dengan garis-garis kewajiban suami terhadap isterinya,
“Hai para manusia, kamu memiliki hak yang wajib atas istermu dan isteri-isteri memilki hak yang wajib atasmu. Kewajiban mereka (isteri-isteri) yang menjadi hak kamu adalah mereka tidak boleh memasukkan orang yang tidak kamu sukai tidur di tempatmu, dan janganlah mereka melalaikan perbuatan jelek. Jika mereka melalaikannya kamu diizinkan Allah mengucilkan mereka dari tempat tidur dan diberi hak memukul mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan. Jika mereka (isteri-isteri) telah berhenti dari perbuatan tidak baiknya dan taat kembali kepadamu maka mereka berhak memperoleh rizki (makan) dan pakaian dengan cara yang ma’ruf”.

e. Dalam hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah diriwayatkan bahwa Hindun binti ‘Utbah menghadap Rasulullah saw dan mengatakan bahwa suaminya bernama Abu Sufyan orang yang kikir, tidak memberikan keperluan hidupnya dan anaknya dengan cukup kecuali dengan cara mengambil secara tanpa sepengetahuan Abu Sufyan, maka Rasulullah saw bersabda:
خذى ما يكفيك وولدك بالمعروف
“Ambilah (nafakah) secukupnya untukmu dan anakmu dengan cara yang ma’ruf”

f. Hadis Riwayat al-Bukhari dan Muslim bahwa Mu’awiyah al-Qusyairi bertanya kepada Rasulullah saw tentang kewajiban suami kepada isterinya, maka Rasulullah saw menjawab:
“Engkau beri makan ia (istri) ketika enhkau makan dan engkau beri dia pakaian ketika engkau berpakaian, dan jangan engkau memukul wajahnya, jangan engkau berlkau kasar, jangan engkau menghardiknya kecuali di rumah”

g. Qaidah: كُلُّ مَنِ احْتَبَسَ لِحَقِّ غَيْرِهِ وَمَنْفَعَتِهِ فَنَفَقَتُهُ عَلَى مَنِ احْتَبَسَ لاِ َحْلِهِ
“Setiap orang yang terikat oleh hak orang lain dan memberi manfaat baginya maka nafakah orang tersebut wajib atas orang yang karenanya orang itu terikat”.

Siapa saja yang dirinya terikat untuk kepentingan dan kemanfaatan orang lain, menjadi wajib nafakah orang itu dengan harta orang lain tersebut. Militer, PNS, Hakim, dan pegawi lainnya yang berkerja untuk kepentingan rakyat dan Negara, maka sudah selayaknya nafkah mereka beserta keluarganya menjadi tanggungannya, seperti anak dan isterinya, wajib ditanggung oleh uang rakyat melalui penguasa menurut cara-cara yang l.azim. Demikian halnya dengan isteri, karena isteri terikat oleh hak suami dan untuk kemanfaatan suami, menjaga kemuliaan dan kehormatan maka menjadi tetaplah nafkah dan segala kebutuhan isteri dibebankan kepada suami.

Kewajiban immateriil (al-Huquq gairu al-Maddiyah)

Beberapa kewajiban suami yang bersifat immaterial ialah:

1. Mempergauli isteri menurut garis-garis perintah Allah swt berdasarkan kecintaan yang tulus:
– وعاشروهن بالمعروف فان كرهتموهن فعسى ان تكرهوا شيئا ويجعل الله فيه خيرا كثيرا (النساء: 19)

2. Menghormati isteri dan memperlakukannya dengan cara yang baik serta bersikap sopan terhadapnya. Suami wajib menghormati isteri sebagai teman hidup dan jalinan jiwa. Suami dilarang memperlakukan isteri sebagai pelayan yang boleh diperlakukan semena-mena, dan suami dilarang berlaku kasar terhadapnya. Berlaku lemah lembut dan halus serta sopan terhadap isteri termasuk tanada kesempurnaan akhlak suami:
اَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ ِايْمَانًا اَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ بِنِسَائِكُمْ (الحديث)

“Paling sempurnanya keimanan seorang mukmin ialah yang paling baik budi pekertinya, dan yang paling baik di antaramu ialah yang paling baik terhadap isterinya”

Menghormati isteri menjadi bukti kesempurnaan pribadi, dan meremehkan isteri menunjukkan rendahnya budi. Rasulullah saw bersabda:
مَا اَكْرَمَهُنَّ إلاَّ كَرِيْمٌ وَمَا اَهَانُهُنَّ إلاَّ لَئَيْمٌ
“Hanya orang mulia yang memuliakan isteri dan hanya orang hina yang menghinakan isteri”

3. Menjaga dan melindugi isteri. Suami wajib menjaga diri dan pribadi isterinya dari segala sesuatu yag menurunkan martabatnya dipandang dari segi agama maupun di mata masyarakat:

ياايّها الذين آمنوا قوا انفسكم واهليكم نارا … (التحريم: 6)
Suami wajib menjaga rahasia rumah tangga termasuk rahasia isterinya sebab hal ini berarti menepuk air di dulang terpecik muka sendiri.
إِنَّ شَرَ النَّاسِ عِنْد اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَهِ الرَّجُلُ يَفْضِى إِلىَ المْرَأَتِهِ وَتُفْضىِ إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا (رواه المسلم)
“Sejelek-jelek kedudukan orang di sisi Allah pada hari qiyamat ialah suami yang mengumpuli isterinya atau sebaliknya, kemudian menyebarkan rahasia mereka berdua di hadapan orang lain”

4. Memperhatikan keadaan isteri, memperjinak hati agara isteri selalu gembira dan senang berada di samping suami, antara lain dengan cara suami selalu bermuka manis, selalu necis, dan bertingkah laku yang simpatik. Jika isteri menunjukkan sikap tegang atau marah maka suami harus pandai menormalisir keadaan dan mengembalikan kepada suasana gembira.

5. Mendatangi isteri menurut cara yang ma’ruf, sopan dan baik. Dalam hal ini syariat Islam memberikan tuntunan dengan bercanda terlebih dahulu, membaca do’a, khidmat, tidak mendatangi isteri ada duburnya, tidak mendatangi isteri pada waktu haid dan sebagainya.
– نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ (البقرة: 223)

– هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ (البقرة: 187)

Baca Juga :

6. Mengajar dan mendidik isteri

7. Bagi suami yang beristeri lebih dari seorang, ia diwajibkan berlaku adil dalam hal nafakah, sukna, waktu gilir

Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, jangan lupa di share dan di bookmark ya.

Add a Comment